Mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto mendapatkan perlakuan khusus dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Seusai diperiksa sebagai saksi dalam kasus Anggodo Widjojo, dia keluar melalui pintu samping yang biasa dipakai karyawan dan pimpinan KPK.
Wisnu adalah saksi dalam kasus dugaan suap dan penghalangan pengusutan kasus korupsi dengan tersangka Anggodo Widjojo. Suara Wisnu beberapa kali muncul dalam rekaman pembicaraan dengan Anggodo yang diputar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 November 2009.
Dalam temuan Tim Verifikasi Kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, Wisnu dianggap berperan aktif merancang dan berkomunikasi dengan Anggodo dalam proses penyidikan unsur pimpinan KPK, Chandra dan Bibit, yang waktu itu menjadi tersangka Polri.
Wisnu meninggalkan Gedung KPK, Kamis (4/2/2010) sekitar pukul 15.15, didampingi Direktur Penuntutan KPK Ferry Wibisono. Ferry adalah yunior Wisnu di Kejaksaan Agung yang diperbantukan di KPK.
Sebelumnya, Anggodo keluar dari pintu depan seperti tersangka dan terperiksa lainnya. Demikian halnya Ary Muladi, yang hari itu diperiksa, juga keluar dari pintu depan setengah jam setelah Wisnu meninggalkan KPK.
Wisnu diketahui meninggalkan KPK atas laporan peneliti Indonesia Corruption Watch, Febridiansyah, kepada wartawan yang menunggu di depan pintu masuk sejak pagi hari. Febri, yang baru saja melaporkan kasus korupsi sektor kehutanan di KPK, mengatakan, dirinya bertemu dengan Wisnu dan Ferry di lift. ”Saya melihat Wisnu dan Ferry menuju ruang bawah,” katanya.
Wartawan pun segera berlari mengejar ke pintu samping yang biasa digunakan staf internal ataupun tamu KPK. Namun, Wisnu sudah kabur dengan mobilnya. Seorang anggota staf keamanan KPK mengatakan, Wisnu baru saja pergi diantar Ferry.
Ketika hendak dikonfirmasi, Ferry tidak dapat dihubungi. Telepon genggamnya tidak aktif. Adapun Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah mengatakan, ”Saya tidak tahu, saya sedang di KY. Mengetahui hal ini dari Juru Bicara KPK (Johan Budi) saat baru tiba di KPK.” Chandra mengaku akan mengevaluasi peristiwa itu agar tidak terjadi lagi.
Febri mengatakan, tindakan KPK itu menunjukkan adanya diskriminasi. ”Harus diperiksa apakah peristiwa ini atas inisiatif bersama atau pribadi. Dia (Wisnu) disorot publik dalam kasus Anggodo dan Ayin (Artalyta Suryani),” kata Febri. Kepercayaan publik terhadap KPK, katanya, telah tercoreng dengan memberikan perlakuan khusus kepada Wisnu Subroto ini.
Sumber: Suara Media
Jumat, 28 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar