Rabu, 09 Desember 2009

Memberi Dalam Kekurangan

Memberi dari kekurangan? Rasanya aneh bila orang bisa ataupun mampu melakukannya, tetapi hal itu bisa saja terjadi, baik itu oleh orang yang berkecukupan maupun orang yang kekurangan. Kitab suci mengajarkan kepada kita untuk melakukan sesuatu, khususnya dalam hal memberi, yang berkenan di hati Tuhan. Kita pun teringat pada kisah "Persembahan Seorang Janda Miskin" (Luk. 21: 1-4). Sungguh luar biasa apa yang diperbuat oleh janda miskin ini, ia bukan saja memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.

Orang yang memberi dalam kekurangan adalah orang yang benar-benar mengenal Allah karena mereka mengasihi sesama, "sebab barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih" (1 Yoh. 4:8). Jadi, barang siapa pun memberi untuk orang lain, adalah orang yang mengasihi, maka orang itu pun mengenal Allah, sebab bagi siapa pun Allah adalah kasih.

Memberi dalam Situasi Krisis. Kondisi ekonomi sekarang ini keadaan kritis, baik karena pengaruh krisis global maupun karena kondisi lokal. Banyak rakyat yang merasakannya, baik yang hidupnya berkecukupan, maupun yang berkekurangan. Ada baiknya jika kita sejenak merenung dan bertanya pada diri kita sendiri, jangan-jangan ketika teman atau saudara sedang mengalami kesulitan, kita justru lari atau lepas tangan. Yesus mengatakan, "Inilah perintahku kepadamu. Kasihilah seorang akan yang lain". Sejauh mana kita sendiri telah mengamalkan kasih itu? Kita membantu saudara-saudara kita yang sedang dalam kesulitan hidup, berarti bahwa kita juga mengasihi mereka. "Saudara-saudaraku, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasihNya sempurna di dalam kita" (1 Yoh. 4: 11-12)

Apakah Kita Akan Beroleh Pahala?. Pahala adalah ganjaran di akhirat atas perbuatan-perbuatan baik yang dibenarkan oleh Allah. Oleh karena itu, Allah membalas perbuatan-perbuatan itu dengan ganjaran. Nilai itu berasal dari rahmat Ilahi yang membuat orang sanggup melaksanakan perbuatan-perbuatan tersebut. Perbuatan ini sebenarnya adal;ah aktualisasi kehidupan ilahi atau rahmat yang diterima secara cuma-cuma.

Kehidupan bahagia di akhirat adalah persahabatan atau hubungan cinta kasih dengan Tuhan, maka tak mungkin kehidupan di surga menjadi hak seseorang. Persahabatan dan cinta kasih tak bisa dituntut sebagai hak. Orang yang berbuat baik memperoleh kehidupan itu bukan sebagai ganjaran atas perbuatan yang baik, melainkan karena Tuhanlah yang menjanjikannya. KesetianNya merupakan jaminan lebih kuat daripada hak apapun juga. Dalam Perjanjian Baru, Yesus menjanjikan ganjaran atas perbuatan baik, misalnya "Bersukacita dan bergembiralah, karena upah mu besar di surga" (Mat. 5:12). Jadi biarlah karya Ilahi yang menentukannya.

Bersyukurlah! Kita patut bersyukur kepada Tuhan atas karuniaNya karena kita memberi sebagai bentuk rasa cinta kasih kepada sesama dengan sukarela. Mereka yang suka memberi berasal dari beberapa kalangan, ada yang memberi dari kelebihan atau mungkin dari keberkelimpahannya. Ada yang memberi dari sekedar secukupnya, bahkan ada juga yang memberi dari kekurangannya. Namun semua itu hanya aka digerakkan oleh karunia Tuhan semata. Kita bersyukur karena kita sungguh-sungguh mengasihi Allah karena kita juga sungguh yakin bahwa Allah sendiri adalah kasih.

1 komentar: