1. Arti dan Jangkauan
Korpsi dalam arti sempit mengandng satu unsur penting yang membuatnya menjadi tindakan melanggar kepercayaan yang diberikan dan sumpah jabatan yang diucapka di hadapan Tuhan. Para pelaku penyelewengan menyalahgunakan kekuasaan pemerintah atau lembaga swasta demi kepentingan pribadi atau golongan dan selalu merugikan kesejahteraan umm. Jadi, koruptor adalah seorang pegawai atau pejabat yang menyalahgunakan kuasa atau wewenangnya dalam pemerintahan untuk kepentingan dirinya sendiri. Kepercayaan rakyat disalahgunakan oleh para koruptor dengan mengesampingkan kesejahteraan bersama demi kepentingan sendiri, keluarga, atau golongannya. Jadi, inti kebusukan korupsi lebih bersifat moril karena menghancurkan sendi-sendi hidup bersama secara mansiawi, yakni kepercayaan, kejujuran, dan keadilan. Oleh karena itu, korupsi dilakukan secara terselubng.
2. Bentuk dan Cara
Korupsi merupakan perbuatan dengan batas yang jelas dan cenderung menjadi kebiasaan, bahkan suatu sikap, terutama mental dan moral. Kecilnya resiko dalam , memperoleh keuntungan secara mudah, maka koruptor menular kemana-mana seperti wabah. Dengan demikian, korupsi bukan lagi hanya tindakan, melainkan berkembang menjadi suatu hal yang lazim sampai akhirnya dianggap `hal yang wajar`, orang tidak mengikutinya, dianggap menggangg atau menghalangi. Menurut Moh. Hatta inilah `kebudayaan korupsi` atau korupsi yang `membudaya`, suatu pengertian kontradiktif.
3. Tingakt Korupsi menurut Prof. Alatas
a. Korupsi Terbatas, golongan atas tidak merugikan rakyat biasa untuk mendapatkan hak-haknya dengan agak lancar.
b. Korupsi Menerobos Kemana-mana, seperti metastase penyakit kanker. Hal ini ketika masyarakat merasa terbiasa dengan korupsi yang sebenarnya ada di sekitar kita.
c. Korupsi Makan Diri Sendiri, sesudah struktur masyarakat menjadi bsuk sama sekali karena korupsi semakin meningkat baik `harga` maupun bidangnya (misalnya menular ke lembaga-lembaga sosial, lembaga permasyarakatan, lembaga pendidikan, dan lembaga hukum).
4. Korupsi di Indonesia
Pemberantasan korupsi bukan hanya masalah kemauan dan proses yuridis, melainkan menyangkut masalah mental, kepribadian, moral, iman, dan ketabahan, dan tidak hanya dipandang dari kekuasaan serta strukturnya. Jadi, bukan masalah pejabat, atau penguasa ini, atau itu melainkan masalah kedudkan kekuasaan dalam pola dan pandangan masyarakat dan hak-hak istimewa yang dianggap wajar bagi seorang penguasa. Sukar disangkal, bahwa sudah berkembang suatu climate of coruption yang kadang-kadang memaksa warga yang jujur untuk `menyesuaikan diri` dengan kondisi semacam itu.
5. Penyebab Korupsi
Korupsi merupaka sebuah fenomena yang sudah tua. Wang An Sihih (1021-1086), seorang pembaharu di Tiongkok, mengatakan bahwa undang-undang yang bruk dan orang-orang yang jahat adalah penyebab utama. Penguasa yang berbudi luhur dan undang-undang yang efisien adalah prasyarat untuk memberantasnya.
Di bawah ini beberapa penyebab yang seringkali kita jumpai :
a. Sebab ekonomis. Godaan harta yang terlalu mudah tersedia bagi pegawai atau pejabat yang gajinya agak rendah, tetapi wewenangnya cukup rendah.
b. Sebab sosio-historis. Argmen ini sering dikemukakan agar orang zaman sekarang tidak perlu merasa bersalah dan tidak perlu untuk membebaskan diri dari `warisan`zaman dlu.
c. Sebab sosio-kultural. Argumen ini erat hubungannya dengan argmen sebelumnya. Dikatakan korupsi kuat karena keterbelakangan hidup sosial. Politik penjajahan menciptakan dan memelihara keterbelakangan masyarakat pribumi di segala bidang.
6. Psikologi Korupsi
Dari sudut pandang hukum, korpsi adalah mengambil sesuatu yang bukan miliknya sehingga mergikan pihak lain. Prtanyannya, mengapa orang yang sudah berkecukupan, masih melakukan korupsi?
a. Sangat Fluktuatif. Setiap orang potensial tergoda dan terpeleset untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh nalar sehat dan hukum. Kondisis kejiwaan manusia sunggh amat rapuh, labil, dan fluktuatif. Sedemikian peka dan sangat mudahnya terpengaruh sehingga suasana kejiwaan seseorang dari waktu ke waktu cepat sekali berubah mengingat dimana pun berada selalu di hadapkan pada situasi dan stimulus yang harus di respon, sadar ataupun tidak sadar.
b. Jiwa yang Sakit dan Miskin. Korupsi di dorong dan distimulasi nafsu ntuk memupuk harta dan kekayaan yang dikejar adalah kesenangan dan kepuasan emosional material yang tidak mengenal batas dan sering merusak norma sosial dan agama. Ketika seseorang tidak mampu mengendalikan jiwa sehingga dirinya lebih didominasi oleh dorongan nafsu untuk mengejar kesenangan semata, sesungghnya ia terjebak hidupnya pada level hewani, gagal menjadikan nilai dan kualitas insani sebagai pemimpin dalam kehidupannya.
Rabu, 09 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar